Breaking News

Dilema Teknologi Pendingin Udara sebagai Strategi Adaptasi Iklim di Indonesia

50
×

Dilema Teknologi Pendingin Udara sebagai Strategi Adaptasi Iklim di Indonesia

Share this article
Dilema Teknologi Pendingin Udara sebagai Strategi Adaptasi Iklim di Indonesia


loading…

Alison Subiantoro. FOTO/DOK.PRIBADI

Alison Subiantoro, B.Eng, M.Eng, Ph.D
Dosen Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UKRIDASALAH satu tantangan terbesar dunia saat ini adalah perubahan iklim (dulu lazim disebut pemanasan global). Indonesia, karena posisinya yang ada di zona tropis, terdampak langsung dengan suhu udara yang semakin panas. Banyak dari kita yang mungkin masih ingat bahwa suhu udara siang hari di Jakarta pada tahun 1980-an umumnya sekitar 32°C tapi sekarang sudah sering di atas 34°C, bahkan kadang menembus 37°C. Data BMKG (Bdan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) mengkonfirmasi yang kita rasakan, dimana ada tren peningkatan konsisten suhu udara rata-rata sebesar 0,1°C sampai 1°C di berbagai tempat di Indonesia selama 30 tahun terakhir.

Menyikapi tren perubahan iklim yang memanas seperti ini, ditambah dengan daya beli masyarakat yang terus meningkat, salah satu respons adaptasi iklim yang paling umum di Indonesia adalah meningkatkan penggunaan sistem pendingin udara, khususnya sistem pendingin ruangan yang berbasis kompresor dan fluida refrigeran, atau umumnya dikenal sebagai AC (air conditioner). Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa kebutuhan AC di Indonesia adalah sekitar 2 juta unit tiap tahun.

Tetapi tren peningkatan penggunaan AC ini laksana buah simalakama. Di satu sisi, udara yang sejuk dibutuhkan untuk kenyamanan dan produktivitas masyarakat. Penggunaan AC yang meningkat juga berakibat pada naiknya konsumsi listrik. Padahal Indonesia masih sangat bergantung pada pembakaran sumber energi fosil untuk memproduksi listrik. Proses pembakaran ini menghasilkan emisi CO2 yang mengakibatkan pemanasan global lebih lanjut.

Dampak lain terhadap lingkungan karena AC adalah dari fluida refrigeran yang bocor atau dilepas ke atmosfir. Meskipun refrigeran zaman sekarang sudah tidak lagi merusak lapisan ozon, tapi sifat potensi pemanasan globalnya masih sangat tinggi. Dengan kata lain, ketika fluida refrigeran ini lepas ke udara, dampaknya nanti adalah pemanasan global yang makin meningkat. Jadi AC yang dipakai untuk mendinginkan ruangan pada akhirnya malahan ikut membuat bumi tambah panas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *