“Tonggak 4 Pilar Kebangsaan mampu bertahan dan membawa menjadi bangsa menjadi lebih maju. Dalam perjalanannya, pelbagai masalah muncul, dari paham ideologi yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa hingga intoleransi. Semua dapat dipatahkan dengan kepribadiaan bangsa yang kokoh,” katanya.
Menurut Affan Rangkuti, bicara nasionalisme tentu erat kaitannya dengan kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Kebangaan ini perlu diletakkan sesuai pada kadarnya, tidak berlebihan seperti dalam konsep etnosentrisme.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia perlu belajar menghargai budaya yang baru dikenal yang asalnya dari luar kelompok, sukunya atau pun bangsanya, sehingga proses interaksi horizontal bisa berjalan dengan baik. Namun, perlu diingat bahwa penerimaan dan kebanggaan atas budaya lain juga tidak dilakukan dengan berlebihan, seperti yang dituangkan dalam konsep xenosentrisme.
“Memilih etnosentrisme, xenosentrisme atau anti keduanya memiliki konsekuensi dalam interaksi sosial. Memilih etnosentrisme berdampak pembentukan sikap superior dan segregasi rasial. Mengubah arah menjadi xenosentrisme dianggap tak menjaga warisan budaya leluhur,” imbuhnya.
Jika kemudian ada yang berpikir bahwa yang terbaik adalah menolak kedua konsep tersebut, menurut Affan Rangkuti, akan berdampak tidak baik pada tatanan sosial. Jalan tengah dari fenomena ini adalah akulturasi dan asimilasi.